Ketika Tidak Bisa Menjadi Ibu yang Ideal

April 08, 2019

Judulnya udah menunjukkan keputusasaan belum? Hahahahaha. Biar lebay gitu. Klik bet, padahal mah apa yang penting, ya?

Tapi ini penting, setidaknya di fase aneh dalam hidup ketika menjadi seorang ibu.

Ibu.

Menjadi ibu di zaman yang informasinya buanyak banget kayak sekarang adalah tantangan tersendiri. Sekali gugling soal pilek pada bayi, misalnya, ngejebret informasi di layar HP, mulai dari yang jelas dari dokter dengan penjabaran ilmiahnya, sampai mitos-mitos di masa lalu yang masih dibawa sampai sekarang sebagai bekal (?)

Itu kalau di internet, lebih spesifik lagi di wadah para ibuk-ibuk mencari informasi. Yaaaak, tak lain dan tak bukan adalah Instagram. Dari ibu-ibu baik hati yang mengingatkan dengan cara nyaman, ibu-ibu nyindir, sampai dokter yang menjadi narasumber sejuta ibu-ibu dan enggak jarang bikin berantem sama orang rumah.

HAHAHAHAHA. Bukan, itu bukan pengalamanku tapi teman terdekat.

Sebagai ibu yang terpapar informasi yang begitu banyak, pernah merasa minder?
Minder dengan unggahan betapa bahagianya ibu-ibu ini
Minder dengan unggahan betapa lahapnya anak makan
Minder dengan unggahan, ASINYA KOK BANYAK BANGET YA. AKU DAPET 100ML JUGA UDAH UYUHAN

lah. kepslok.

Terus mikir, apa ada yang salah ya? Setelah dipikir-pikir sambil pulang jemput Riang, tidak ada yang salah dengan unggahan itu, justru pola pikir aku yang harus diubah.

Mengubah cara pandang unggahan di sosial media bukan sebagai kompetisi.

Rasa kompetitif itu datang dari ego dalam diri yang terlalu kuat, ingin memberikan sesuatu yang sering dianggap terbaik oleh ibu kebanyakan. Tapi mungkin untuk aku dan Riang justru bukan itu.

Rasa ingin membuat Riang tumbuh jadi anak yang tidak perlu gemuk, tapi di KMS enggak di bawah garis merah
Rasa ingin membawa ASI perah yang melimpah untuk Riang
Rasa ingin memberikan ASI penuh selama 2 tahun

Tapi ya memang, semakin menghindari semakin dipertemukan. Sudah berusaha sekuat-kuatnya, tapi tetap harus memilih memberikan susu formula untuk riang di usianya jalan 10 bulan, gara-gara beratnya di bawah garis merah KMS, dua kali.

Lebay ya? Hahahaha. Sedih tau. Sedih.

Sedih bayarnya. AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHH gak deng. Bukan.

Sedih ternyata enggak bisa kayak orang-orang yang anaknya enggak harus ditambal pakai susu formula
Sedih ternyata ASI aku enggak cukup buat gizi si bayi oces ini
Sedih ternyata memang harus ngalamin apa yang ibuku alamin dulu. Punya anak yang beratnya susah naik :")

Kalo kata salah satu teman, di fase kayak gini dia sadar, menjadi ibu enggak selalu bisa ideal.

Padahal aku tau, susu formula itu enggak jahat. Justru dia berperan penting untuk nutrisi bayi ketika dalam kondisi seperti ini.

Yah memang, menanggapai unggahan ASI perah yang luber-luber, MPASI dengan makanan organik, dan berat badan anak yang terus merangkak naik, harus diubah dari pola pikir sendiri.

Maaf ya Riang, ibu kamu yang seadanya gini aja cuma bisa begini.

Gimana tuh? ha.


Jakarta, 8 April 2019
malah ngeblog, bukannya karajoooo riskaaaaa

You Might Also Like

0 komentar

Friends

Popular Posts

Part of