Cokelat Panas

Sebuah pertanyaan yang enggak bisa saya jawab, sebelum mengalaminya. Beneran, enggak ada bayangan sama sekali karena dari awal rencana jalan-jalan ini bareng suami. Tapi karena dia ada tugas mendadaque, jadi saya harus berjuang sendirian hahahaha! *lebay

Perjalanan ini sebenarnya hanya Jakarta - Bandung, naik kereta pula. Tapi ya kembali lagi, bawa bayi umur 5 bulan yang enggak bisa sesimpel pergi sendirian. Kalau kalian di sini ingin jalan-jalan sendirian sama bayi, mungkin tips ini bisa membantu. Semoga, ya.

1. Siapkan jiwa yang tenang, pikiran positif, dan berdiskusi sama suami

Ini bukan bohong, ini serius. Sejak awal, saya dan suami sudah merencanakan pulang ke Bandung naik kereta dan tiket sudah dipesan. Suatu ketika keadaan berubah dan membuat saya harus pergi sendiri. Hehe. Kaget gitu.

Tapi setelah saya mencerna ulang dan berpikir jernih, sepertinya ini bukan sesuatu yang buruk. Saya dan suami mulai memetakan apa saja yang harus dibawa dan seperti apa penyelesaiannya bila si kecil rewel.

2. Bawa tas sesimpel mungkin

Harus diakui, setelah punya anak, barang bawaan enggak bisa sesedikit dulu. Pulang ke Bandung modal tote bag doang udah cukup. Enggak perlu bawa baju ganti, toh ini judulnya pulang. Tapi ketika punya anak, bawaannya udah kayak mau kabur.

HAHAHAHAHA lebay.

Untungnya saya punya kesukaan yang cukup menolong, berkemas. Jadi sebelum berangkat, saya mulai berpikir apa saja yang harus dibawa dan penting. Selain itu, pikirkan juga jenis tas yang dibawa. Kalau saya milih pakai ransel dan satu tote bag biar gampang dibawa-bawa.

Untuk isi ransel, isinya dibagi dua, buat saya dan Riang. Kalau perlengkapan saya: 

- 1 baju saya sendiri. Kenapa cuma satu? Karena ini pulang ke rumah jadi saya gak perlu bawa baju banyak-banyak
- Sepasang pakaian dalam
- Laptop, buat jaga-jaga siapa tau bisa kerja (walau itu sering hanya angan~)
- Pompa ASI dan botolnya, ini juga jaga-jaga siapa tau bisa pergi sedetik dan nitip Riang ke neneknya jadi tetep bisa disusui
- Pouch isi perlengkapan lenong (yang sebenernya udah jarang dipakai~)

Sedangkan perlengkapan Riang:
- 2 pasang baju panjang dan pendek
- Pouch isi skincare Riang. Kayak lotion, minyak-minyak, krim dokter dan salep buat jaga-jaga gatelnya kambuh

Kalau isi tote bag yang ditenteng, ini biar gampang ngambil barang-barang yang sekiranya dibutuhin pas di jalan. Misalnya:

- Popok.
Kenapa enggak masuk ke dalam ransel? Biar kalau dia perlu ganti popok, saya gak usah kayak donal bebek balik kemping yang ngebongkar isi tas yang susah buat ditutup lagi. Saya cuma bawa popok 5, kalau kurang tinggal beli~ daripada ribet-ribet bawa sendiri.

- Tisu kering dan kapas bulat.
Ini karena Riang enggak bisa cebok pakai tisu basah, jadi saya bawa kapas bulat yang dimasukin ke dalam wadah, semacam taperwer tapi bukan, yang udah diisi air. Jadi kalau butuh, tinggal dipakai.

- Mainan Riang
Ini wajib banget biar dia enggak rewel. Walaupun setelah 2 kali perjalanan dia cukup kondusif, tapi mainan tetep kudu dibawa. Mainannya yang kecil-kecil aja sih, kayak teether, kerincingan, dan tidak lupa, plastik kresek~

- Selimut dan jaket
Untuk selimut, saya pakai kain bedong jaman dia baru lahir. Ini cukup membantu biar lebih praktis dan bayi tetap hangat.

- Botol minum
Ini sih buat saya biar enggak haus-haus banget pas di jalan.

3. Pakai baju khusus menyusui

Enggak mungkin pakai kaos yang gak ada bukaan samping kalau lagi menyusui gini. Untung sekarang banyak banget baju yang busui friendly, jadi gampang nyusuin anak kapan dan dimana aja.

Awal-awal saya cuma bisa pakai kemeja karena menurut saya, kaos bukaan samping ribet banget. Tapi lama-lama bisa dan enak dipakai. Jadinya enggak butuh apron menyusui.

4. Pakai gendongan yang nyaman

Apa liat-liat? Kata Riang

Berhubung saya enggak suka pakai stroller karena ribet (ditambah emang enggak punya juga sih HAHA), jadi gendongan yang nyaman adalah kunci. Saya pakai baby wrap biar lebih gampang pas bawa tas dan anak lebih anteng karena hangat dan kayak didekap sama ibunya.

Awalnya emang agak ribet pakai gendongan ini, tapi lama-lama bisa sendiri. Kuncinya, jangan dilepas lilitannya meskipun bayi lagi dipangku atau keluar dari gendongan. Ini karena makenya emang agak susah, tapi ya balik lagi, lama-lama bisa sendiri, karena keadaan~

5. Pilih kursi dekat jendela

Bukan cuma bayi yang seneng liat pemandangan, orang dewasa juga, kan? Pemilihan kursi penting banget biar anak pas lagi rewel-rewelnya, bisa teralihkan dengan pemandangan di balik jendela. Ajak ngobrol aja apa yang dilihat. Sawah, mobil, awan, warung, tiang listrik, apa aja yang penting anak gak rewel.

Setelah menjalani 2 kali perjalanan pulang pergi Bandung-Jakarta sendirian, ternyata enggak seserem yang dibayangin. Emang kita sebagai ibu harus santai sih, biar anak enggak ikut rungsing. Walaupun pasti tetep deg-degan, riweuh, dan pegal-pegal~

Oiya, sesampainya di tujuan, baiknya bayi langsung dipijat, ya. Biar badannya lebih enak dan enggak sakit. Pengalamanku, Riang pasti enggak enak badan tiap pulang ke Bandung. Kayaknya emang kecapean.

Selamat jalan-jalan!

Berapa lama waktu yang kamu habiskan untuk memoles wajah? 30 menit, 45 menit, satu jam, atau lebih? Kalau sampai satu jam, kamu termasuk perempuan yang diherankan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Perempuan kelahiran Pangandaran tersebut mengaku heran dengan perempuan yang menghabiskan waktu berdandan sampai satu jam. Kenapa ya?

Menurut Susi, berdandan terlalu lama sudah menghabiskan waktu yang sangat berharga



"Saya tidak habis pikir kalaua da perempuan mau ke acara, menghabiskan waktu sejam untuk dandan. Tidak habis pikir saya," ungkapnya dalam sebuah acara di Ciputra Artpreneur, Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. 

Menurut perempuan kelahiran 15 Januari 1965 ini, berdandan terlalu lama membuat seseorang menghabiskan waktu yang berharga.

"Anda mau cantik, boleh. Tapi kalau ngabisin waktu, then what?" tanyanya dengan tegas.

Bedak menjadi produk andalan yang Susi pakai saat berdandan

Karena merasa sudah membuang waktu cukup banyak dengan dandan selama satu jam, kini ia mengaku hanya memoles wajah dengan riasan sederhana untuk acara penting. Makeup yang menjadi andalannya adalah bedak.

Susi hanya membutuhkan waktu 45 menit dari mandi sampai pergi ke luar rumah

CEO Susi Air ini menceritakan bahwa dirinya hanya membutuhkan waktu 45 menit dari mandi, sampai siap pergi ke luar rumah.

"Kalau lama-lama, hanya buang waktu. Lima hari lima jam, dalam sehari berarti seperlima, 20 persen. Bayangkan kalau masih punya waktu 50 tahun lagi, berarti 10 tahun habis untuk makeup," jelasnya.

Perempuan yang ceria, gembira, dan memiliki jiwa positif kecantikannya akan terpancar dengan sendirinya

Kalau mau cantik, menurutnya cukup dengan merasa ceria dan gembira. Seseorang yang memiliki jiwa positif, maka kecantikan dari dalam akan terpancar dengan sendirinya.

"Cantik saja tidak cukup, harus punya pengetahuan yang lebih. Anda bisa bikin time table dengan menggunakan internet. You can learn anything jadi jangan buang waktu yang tidak perlu," jelasnya.

Menurutnya, kepercayaan diri mampu meningkatkan kecantikan perempuan. Untuk mencapai itu, harus memiliki banyak pengetahuan. Kalau kamu hanya mencari kelebihan kekurangan suatu produk, justru akan menurunkan kepercayaan diri.

"Kalau tiap hari nyari kelebihan kekurangan powder atau apapun itu, kita malah jadi mencari kekurangan diri sendiri," jelasnya.

Jadi, berapa lama kamu berdandan pagi ini?

"Aku enggak mau jadi reporter online. Kemana-mana sendiri, target berita sehari banyak, hidupnya deadline mulu. Pengen jadi wartawan TV aja, naik mobil, liputannya berdua jadi ada temen," Ica di masa kuliah, 5 tahun lalu.

Saking enggak maunya, selesai wisuda enggak pernah apply ke media online. Semuanya TV atau majalah. Beberapa perusahaan 'serius' dengan jam kerja saklek semacam bank, karena enggak punya pilihan lain.

Dari semua lamaran kerja ke TV yang disebar, enggak ada yang lolos. Kepanggil interview, tapi mentok di psikotes. Di situ merasa.... Bego amat ya jadi orang?

Sampai pada suatu hari dapat panggilan di media online yang punya TV juga, kantornya di Pulo Gadung.

Awalnya ragu.

"Emang kapan pernah ngelamar ke sana?" Batin saya waktu itu.

 Kemudian dijelaskan oleh pihak HRD kalau  TV dan portalnya dalam satu kesatuan. Jadi istilahnya, tergantung amal ibadah dan hoki dipanggil yang mana.

"Nanti kamu nulis seputar gaya hidup, kamu bisa lihat-lihat dulu website-nya," gitu kata Mbak HRD.

Pas baca-baca, saya membatin, ah, liputannya enggak serius gini. Kayaknya asyik.

Berhubung sudah terlalu lama menganggur, saya mencoba peruntungan di sana.  Prosesnya sangat cepat. Seperti rangkaian rekrutmen pada umumnya, psikotes, wawancara HRD, user, lalu tanda tangan kontrak di sore hari.

Dengan begitu, resmilah saya menjadi reporter online. Sesuatu  yang paling saya hindari sejak kuliah.

Sebagai anak rantau ingusan, tantangan yang paling sulit adalah mengenal jalanan ibukota. Reporter online diharuskan untuk ke tempat liputan sendiri. Otomatis saya harus paham jalanan Jakarta dengan transportasi yang ada. Nyasar bukan lagi hal aneh, ditambah belum ada ojek online bikin susah kemana-mana.

Tapi gara-gara sering kelayapan begini,  saya sering dibilang kenek sama beberapa teman kampus yang sama-sama kerja di sini. Banyak dari mereka yang nanya trayek Kopaja, Metro Mini, Transjakarta sampai KRL.

Tantangan tidak berhenti di situ. Soal kerjaan, setoran artikel yang sering bikin engap dan menyerah di tengah jalan. Bisa enggak sih bertahan di sini? Pertanyaan berulang setiap pulang ke kosan apalagi kalau otak lagi mentok.

Setiap pertanyaan itu muncul, saya coba peruntungan lagi ke profesi yang saya idam-idamkan: reporter televisi.

Semakin saya mencoba, semakin saya seperti dihadapkan tembok besar yang susah saya tembus.

"Udah bertahan di sini dulu aja setahun, biar bagus CV-nya" gitu kata seorang teman. Lalu saya mengiyakan.

Setahun berlalu, justru hasrat jadi reporter TV semakin merosot.

"Emangnya di sana lebih enak? Belum tentu bisa kerja di kosan, goler-goler, ngetik terus kerjaan selesai," dialog saya bersama tembok kosan dimulai.

"Kayaknya gara-gara muka kurang HD nih!" umpat sama sambil ngaca. Itu nasib, enggak usah diperdebatkan lagi, ca.

Lalu saya perlahan mencoba menekuni dunia tulis menulis secara utuh, terutama penulisan media online. Dipertemukan dengan beberapa teman satu frekuensi obrolan dan diskusi, bekerja bersama.

Tiga tahun berlalu, saya masih berada di dunia tulis menulis ini.
Semakin tenggelam, tapi sangat menikmatinya.
Belajar hal baru yang membuka mata kalau dunia penulisan sangat luas.

Semakin ke sini saya semakin sadar, sepertinya memang hanya ini yang bisa saya lakukan. Hanya ini 'daya jual' yang paling bisa dipakai dari diri saya. Kenapa tidak saya tekuni dengan benar?

Meski sekarang bukan lagi sebagai jurnalis online, profesi yang saya hindari tapi justru dia yang menemukan tempat yang tepat untuk saya berkembang.

Meski sekarang masih menjadi penulis amatir.

Kadang suka lupa, kalo sekarang tinggal di Jakarta bukan sekadar ngekost untuk bekerja dan hidup sendiri.

Merasa bisa pergi sesukanya, bebas enggak ada orang tua, mau kemana juga iya iya aja. Udah gitu punya orang tua yang tipenya membebaskan anaknya buat ngelayap. Cukup laporan dengan jelas, proposal dengan mudah di ACC. Liar sudah~

Terus sekarang, kudu izin. Bukan sama Ibu Bapak, tapi sama suami. Rasanya aneh, awal-awal.

Sejak pacaran jaman kuliah, saya dan dia enggak punya aturan saklek soal perizian. Kemana, sama siapa, ngapain, bebas. Asal bilang.

Itu pun sering lupa, inget-inget pas udah di rumah 😂 itu bikin ngerasa dibuang dan gak dipeduliin *drama*

"Ieu jelema peduli gak sih. Pacaran kok begini amat." Tapi ternyata setelah proses yang puanjang buanget pake diskon, saya emang cocoknya diperlakukan begitu 😪

Setelah jadi istri, sekarang harus laporan. Kirain laporannya cuma buat SOP aja lah ya. Macam jaman pacaran. Ternyata lain...

Dia nanyanya serius. Kalo saya mau pergi, ditanya sama siapa, ngapain, pulang jam berapa, jangan terlalu malam soalnya ini Jakarta bukan Bandung.

Samaruk urang teh karek kamari di jakarta 😑

Hahahah. Tapi ya. Lucu sih.. seumur-umur enggak pernah digituin 😂 Alhamdulillah saya menikmatinya walau masih belum biasa.

Setelah saya pikir-pikir, gini ya jadi anak perempuan. Selama 25 tahun nurutnya sama orang tua, sekarang berubah, ke seseorang yang 'baru' dikenal sejak 7 tahun lalu.

Bayangin, sama Ibu Bapak yang hidup bareng dari piyik aja sering ngambek, apalagi sama orang baru macam dia 😂

Ibu Bapak melepaskan anak sulungnya yang batu ini ke pria yang sulung juga dan batu juga.

Tapi semua enggak akan bisa berjalan tanpa restu mereka berdua. Karena katanya, ridho Allah ada di orang tua.

Sampai ketemu akhir bulan ini, Ibu Bapak!