Dari Skripsit Jadi Duit
April 14, 2014
Ide bisnis bisa dari mana saja dan kapan saja. Tidak terkecuali bagi
Agung Putro Setio yang sudah menekuni bisnis menjelang lulus kuliah. Idenya pun
sederhana, cemilan di saat menemani menyelesaikan skripsi. Ia menamakan
kripiknya dengan skripsit alias Sebungkus KRIPik pangSIT.
Saat itu, pria lajang 25 tahun ini sedang mengudap keripik. Namun
keripik yang disantapnya terlalu pedas dan tidak memiliki rasa lain. Agung yang
sedari kecil gemar makan keripik mencoba membuat kreasi sendiri.
Ia pun teringat olahan ibunya yang setiap hari membuat cemilan
keripik pangsit (tepung terigu). Namun pangsit sebagai bahan baku utama
dagangannya ini terbilang istimewa yang ia dapatkan dari distributor
langganannya di Pasar Kiaracondong, Bandung. Biar lebih spesial, Agung meminta
agar pangsit yang dia pesan tidak sama dengan pangsit yang dibeli pembeli lain.
Untuk
membedakan dengan keripik yang sudah dijual bebas di pasar, pria lulusan
Fakultas Ilmu Komunikasi Jurnalistik Universitas Islam Bandung itu menambahkan
rasa lain yang disebutnya dengan nuansa, seperti nuansa lada (pedas), nuansa kiju (keju), nuansa balado, nuansa sapi
panggang, nuansa pija (pizza),
nuansa barbekiyu, nuansa jagong (jagung),
nuansa diherang (polos dengan sedikit bumbu ayam
bawang).
“Kayaknya
sudah terlalu banyak kalau jual keripik singkong berbasis lada-ladaan (pedas), kalau kata anak dulu yang
hidup sekarang sih terlalu mainstream,” katanya.
Usahanya ini
dimulai Oktober 2013 di saat menyelesaikan skripsinya. Modalnya pun cukup Rp
500 ribu hasil mengumpulkan uang saku setiap hari. Agung ini lumayan berhemat
soal urusan jajan, dia pun rela puasa demi bisa menabung dan mewujudkan
impiannya tersebut.
Sebenarnya
Agung ini juga sempat jualan sepatu yang dijajakan ke teman-teman sekampusnya.
Namun usaha tersebut kurang laku, meski ia juga bisa mengumpulkan modal usaha
dari hasil menyisihkan penghasilan menjual sepatu.
“Sebenarnya
yang jadi modal awal bukan uang, tapi niat, tekad, tanggung jawab, dan tekun,”
katanya
Usaha
tersebut ternyata berbuah manis. Berbekal nasib yang sama sebagai mahasiswa
nyaris abadi, karena kuliah yang seharusnya selesai dalam empat tahun, ternyata
harus molor hingga 6,5 tahun. Ia mampu menjual sekitar 150 hingga 200 bungkus
keripik per hari.
Ia juga menjual keripiknya dengan harga terjangkau kantong
mahasiswa, cukup Rp 5 ribu per bungkus. Maklum, sasaran utama kudapan ini masih
sebatas mahasiswa di lingkungan kampus. Ia pun meminta tolong temannya untuk
mempromosikan keripik pangsitnya agar pemasaran lebih meluas.
“Karena usaha saya masih seumur jagung, omsetnya juga masih belum
besar. Untung kotornya juga masih Rp 400 ribu. Tapi saya bertekad untuk
membesarkan usaha ini,” katanya. | Riska Herliafifah
1 komentar
smoga omsetnya naikk,,, #traktir ya hehe
ReplyDelete