Lagi sering memperhatikan apa yang ramai dibicarakan orang di internet. Satu topik bahasan ini kayaknya paling laris dari sekian pembahasan tentang tax amnesty atau reshuffle kabinet atau vonis hukuman mati (iya tau itu beda konteks hehehe)
Anyway, kali ini tulisan bakal ngebahas tentang remaja yang lagi laris manis di sosial media. Iya, dia Karin Novilda.
Biar enggak melulu bahas soal hati. Eh, si Karin ini juga soal hati sih, ya enggak apa-apa ya.
Beberapa minggu terakhir, remaja ini lagi jadi sorotan di sosial media. Terutama di kalangan remaja tanggung dan orang (mungkin) dewasa yang penasaran sama "Apa sih yang dilakukan dia sampai bisa jadi bahan bicara orang-orang" dan saya salah satunya. Muehehehe.
Rasa penasaran di awali dari buka Vlog dia di Youtube. Menyimak aktivitas dia bersama teman-teman, terutama kekasihnya (yang sekarang mantan). Hmmm.. 10 menit pertama, saya merasa seperti membuang waktu dan kuota dengan percuma.
Kenapa musti sebegitunya ya?
Tapi setelah dipikir-pikir, dilihat lebih dekat dan bijak lagi (sok banget sih ini) ada kesalahan juga yang dilakukan publik pada anak ini.
Terlalu sibuk membandingkan kondisi dulu dan sekarang.
"Gila ya anak jaman sekarang gayanya selangit"
"Pacaran gitu banget sih, ngapain coba ntar juga dia menyesal kalo udah sadar"
"Ih kayaknya dulu di jaman kita gak gitu yaaa"
Dan kalimat sindiran lainnya...
Kalau dilihat dari sisi pergaulan, sebenarnya apa yang dilakukan Karin itu ada di jaman saya (10 taun lalu lah kira-kira. Iya udah tua ya iya). Mungkin juga di jaman sebelum saya.
Pasti banyak anak yang badung, sok gaul, sok ngerasa 'paling' di sekolah atau di lingkungan pertemanannya. Tapi yang tau ya sekitarnya saja.
Kalau dilihat dari sisi kisah cinta dia yang (seperti) begitu sayangnya, memberikan seluruhnya, patah hatinya diputusin pacar, ya pasti ada (walau saya baru pacaran semasa kuliah. Iya enggak laku). Tapi pasti ada.
Gaya pacaran yang pangku-pangkuan di kelas lah, sibuk di kamar mandi lah, atau di mobil apa lah apa lah itu.
Tapi ada satu hal yang luput dan lupa, kecanggihan teknologi.
Perbedaannya jelas, belum ada teknologi dan sosial media yang menyebarkan itu semua. Sebenarnya, kenakalan remaja udah adaaaa dari jaman dulu.
Punya rasa sakit hati yang mendalam, seperti yang dirasakan Karin, paling dulu larinya kemana sih? Curhat ke teman, nulis buku harian, atau mentok-mentok kirim salam di radio.
Masanya beda. Jangan disama-samain.
Bukan, bukan membela si aw aw ini. Cuman ada baiknya berpikir lebih luas lagi dan menyikapinya enggak cuma nyindir. Menyadari kalau ada perbedaan yang sangat berpengaruh dalam menyikapi permasalahan.
Tetap ada kesalahan yang besar dilakukan karin. Patah hati - jatuh cinta rasanya emang bikin hilang arah, apalagi kalau dirasakan remaja unyu-unyu seperti dia. Kesalahannya terletak pada salurannya yang bikin orang penasaran.
Nanti bakal ada saatnya dia malu sama unggahan dia di sosial media.
Sama seperti saya menemukan foto di facebook dan cuitan di twitter sekian tahun lalu. Kalau friendster atau multiply masih ada pasti lebih malu lagi. Hahahaha!
Ya, akhir kata, semua generasi punya masanya sendiri. Enggak bisa disamakan. Lebih baik cari cara bagaimana menghindari orang terdekat, seperti adik, agar enggak melakukan hal berlebihan seperti Karin.
Anyway, kali ini tulisan bakal ngebahas tentang remaja yang lagi laris manis di sosial media. Iya, dia Karin Novilda.
Biar enggak melulu bahas soal hati. Eh, si Karin ini juga soal hati sih, ya enggak apa-apa ya.
***
Beberapa minggu terakhir, remaja ini lagi jadi sorotan di sosial media. Terutama di kalangan remaja tanggung dan orang (mungkin) dewasa yang penasaran sama "Apa sih yang dilakukan dia sampai bisa jadi bahan bicara orang-orang" dan saya salah satunya. Muehehehe.
Rasa penasaran di awali dari buka Vlog dia di Youtube. Menyimak aktivitas dia bersama teman-teman, terutama kekasihnya (yang sekarang mantan). Hmmm.. 10 menit pertama, saya merasa seperti membuang waktu dan kuota dengan percuma.
Kenapa musti sebegitunya ya?
Tapi setelah dipikir-pikir, dilihat lebih dekat dan bijak lagi (sok banget sih ini) ada kesalahan juga yang dilakukan publik pada anak ini.
Terlalu sibuk membandingkan kondisi dulu dan sekarang.
"Gila ya anak jaman sekarang gayanya selangit"
"Pacaran gitu banget sih, ngapain coba ntar juga dia menyesal kalo udah sadar"
"Ih kayaknya dulu di jaman kita gak gitu yaaa"
Dan kalimat sindiran lainnya...
Kalau dilihat dari sisi pergaulan, sebenarnya apa yang dilakukan Karin itu ada di jaman saya (10 taun lalu lah kira-kira. Iya udah tua ya iya). Mungkin juga di jaman sebelum saya.
Pasti banyak anak yang badung, sok gaul, sok ngerasa 'paling' di sekolah atau di lingkungan pertemanannya. Tapi yang tau ya sekitarnya saja.
Kalau dilihat dari sisi kisah cinta dia yang (seperti) begitu sayangnya, memberikan seluruhnya, patah hatinya diputusin pacar, ya pasti ada (walau saya baru pacaran semasa kuliah. Iya enggak laku). Tapi pasti ada.
Gaya pacaran yang pangku-pangkuan di kelas lah, sibuk di kamar mandi lah, atau di mobil apa lah apa lah itu.
Tapi ada satu hal yang luput dan lupa, kecanggihan teknologi.
Perbedaannya jelas, belum ada teknologi dan sosial media yang menyebarkan itu semua. Sebenarnya, kenakalan remaja udah adaaaa dari jaman dulu.
Punya rasa sakit hati yang mendalam, seperti yang dirasakan Karin, paling dulu larinya kemana sih? Curhat ke teman, nulis buku harian, atau mentok-mentok kirim salam di radio.
Masanya beda. Jangan disama-samain.
Bukan, bukan membela si aw aw ini. Cuman ada baiknya berpikir lebih luas lagi dan menyikapinya enggak cuma nyindir. Menyadari kalau ada perbedaan yang sangat berpengaruh dalam menyikapi permasalahan.
Tetap ada kesalahan yang besar dilakukan karin. Patah hati - jatuh cinta rasanya emang bikin hilang arah, apalagi kalau dirasakan remaja unyu-unyu seperti dia. Kesalahannya terletak pada salurannya yang bikin orang penasaran.
Nanti bakal ada saatnya dia malu sama unggahan dia di sosial media.
Sama seperti saya menemukan foto di facebook dan cuitan di twitter sekian tahun lalu. Kalau friendster atau multiply masih ada pasti lebih malu lagi. Hahahaha!
Ya, akhir kata, semua generasi punya masanya sendiri. Enggak bisa disamakan. Lebih baik cari cara bagaimana menghindari orang terdekat, seperti adik, agar enggak melakukan hal berlebihan seperti Karin.
Kantor, 29 Juli 2016
Efek pengen pulang ke Bandung.